![]() |
Kampanye domain desa.id milik desa, di Festival Destika Belitung Timur |
Lahirnya UU 6/2014 tentang Desa telah memaksa perhatian pemerintah maupun publik untuk mengarah ke desa. Tak melulu soal masalah pembangunan infrastruktur atau pengentasan kemiskinan. Beberapa isu baru muncul terkait desa. Mulai dari gonjang-ganjing dana desa, masalah pendamping desa hingga kebijakan terkait domain internet desa, “desa.id”. Bagaimana domain desa.id terkait dengan semangat UU Desa?
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat… (UU 6/2014 Pasal 1 Ayat 1). Sedangkan nama domain, adalah alamat internet dari seseorang, perkumpulan, organisasi atau badan usaha yang dapat dilakukan untuk berkomunikasi melalui internet, berupa kode atau susunan karakter tertentu … (UU 11/2008 Pasal 1 Ayat 1). Nama domain internet merepresentasikan entitas pemilik atau penggunanya.
Kita tentu sudah tahu bahwa misalnya, “kompas.com” adalah alamat internet milik Harian Kompas, “jakarta.go.id” adalah alamat internet milik Pemprov DKI Jakarta, “kominfo.go.id” milik Kementerian Kominfo RI dan seterusnya. Nah, jika pemerintah pusat dan daerah menggunakan kode domain “go.id”, maka untuk desa, kode domainnya adalah “desa.id”.
Sebagian dari kita mungkin masih asing dengan domain “desa.id”. Selama ini masyarakat lebih mengenal .com, .net, .org, atau co.id, or.id, sch.id dan sesekali .go.id. Domain “desa.id” memang merupakan domain baru di Indonesia. Usianya baru sekitar 2 tahun, penggunanya baru sekitar 2.200-an, tapi semangat perjuangan dibalik desa.id ternyata erat kaitannya dengan advokasi UU Desa. “desa.id” bahkan menginspirasi lahirnya Pasal 86 UU Desa.
Desa.id, bukan pemberian Pemerintah
Sebelumnya mungkin tak banyak yang tahu bahwa sudah ada pergerakan sejumlah desa di Indonesia yang memanfaatkan internet. Selain karena kesenjangan infrastruktur, kebijakan Pemerintah terkait informasi dan transaksi elektronik (ITE) tampaknya belum melirik desa. Peraturan Menteri Kominfo No. 28/PER/M.KOMINFO/9/2006 yang mengatur domain go.id saat itu tidak menyebutkan desa sebagai bagian dari instansi pemerintahan. Hasilnya, situs web desa yang dibuat dan aktif dikelola Pemerintah Desa (Pemdes) bersama warganya secara formal tidak diakui sebagai nama domain resmi yang merepresentasikan desa.
Tak patah semangat, sejumlah desa kemudian menggagas usulan kode domain khusus desa, bernama “desa.id”. Usulan tersebut sempat dicibir beberapa pihak yang pesimis pada kemampuan desa memanfaatkan internet, namun demikian kenyataannya usulan itu diterima Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) dan disetujui Forum Nama Domain Indonesia (FNDI), hingga diluncurkan ke publik 1 Mei 2013. Ada semangat yang tersirat dalam peluncuran domain desa.id waktu itu, optimisme luar biasa akan lahirnya UU Desa yang waktu itu masih berupa rancangan yang dibahas di Panitia Khusus RUU Desa DPR RI.
Tak lama kemudian, Desember 2013, RUU Desa menyusul domain desa.id, meluncur ke publik setelah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Dua tahun kemudian, pengguna desa.id terus bertambah, dari Aceh hingga Papua. Kekhawatiran resistensi istilah “desa” dari beberapa daerah yang memiliki sebutan lain seperti Gampong, Nagari, Kampung, Kampong dan lainnya tidak terbukti. Sebagian desa juga didampingi oleh para relawan teknologi informasi dan komunikasi (RTIK). Mereka aktif memanfaatkan situs web desa untuk media belajar warga, publikasi kegiatan, promosi produk hingga transparansi angaran.
Desa.id diakui atau diambilalih?
UU Desa disahkan dengan salah satu amanatnya terkait sistem informasi pembangunan desa yang wajib dikembangkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pasal 86). Namun demikian, hingga akhir 2014, secara de jure tetap saja, domain “desa.id” belum diakui atau memiliki payung hukum yang jelas. Baru, pada awal 2015 keluarlah Permen Baru Kominfo No. 5/2015 tentang registrar domain instansi penyelenggara negara, pengganti Permen 28/2006 tentang domain go.id.
Permenkominfo 5/2015 ini awalnya disambut baik desa-desa karena mengakui desa menjadi bagian dari instansi penyelenggara negara, juga mengakui domain desa.id sebagai salah satu domain pemerintah disamping .go.id dan .id milik pemerintah. Persoalannya, Permen baru ini tidak menjadikan UU Desa sebagai konsideran. Pemerintah hanya merujuk pada UU 11/2008 tentang ITE dan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Hasilnya, Permen ini menyamaratakan ketiga domain diatas dengan klasifikasi penggunaan (1) sebagai domain instansi (2) sebagai domain layanan (3) sebagai domain khusus, event nasional dll.
Sehingga domain desa.id, tidak lagi identik dengan desa, pemerintah pusat dan daerah pun berhak mendaftarkannya dengan dalih sebagai domain layanan atau domain khusus. Di bagian lain Permen bahkan memungkinkan Pemda berhak mengatur pendaftaran domain desa-desa di wilayahnya (Pasal 9 ayat 3). Hal ini tentu menciderai semangat perjuangan domain desa.id, sekaligus semangat kemandirian yang ingin dikedepankan dalam UU Desa.
Permenkominfo 5/2015 ini menempatkan desa masih dibawah ketiak Pemda, akibat sesat pikir pemerintah yang tidak menjadikan UU Desa sebagai salah satu konsideran Permen ini. Lalu siapa yang peduli menjaga semangat UU Desa pada domain desa.id ini. Kita? yuk!
Posting Komentar